Senin, 21 November 2011

Tentang Ayah..

Ayah… ketika ku melihatmu aku merasa senang…
Ayah… ketika ku melihat teduh wajahmu aku merasa tenang..
Ayah… berada dipelukanmu aku merasa nyaman..
Ayah… melihat senyuman mu kini adalah harapan…
            Ayah.. ku tak pernah bermaksud melawanmu..
            Ayah.. ku tak pernah bermaksud menyusahkanmu..
            Ayah.. ku tak pernah bermaksud membuatmu lelah..
            Ayah.. ku tak pernah bermaksud membuatmu gelisah..
Ayah… dengarkanlah…
Aku hanya bermaksud untuk memperbaiki semuanya..
Aku hanya tak ingin melihatmu lebih susah..
Aku hanya ingin kita semua bahagia..
Aku hanya bermaksud membangkitkan keluarga...
            Tapi…
            Mungkin caraku yang salah…
            Mungkin aku yang tak mampu melakukannya..
            Mungkin aku yang tak tahu caranya…
            Mungkin semua yang ku lakukan tak pernah berkenan…
Sehingga...
Ayah menjadi marah…
Di matamu aku selalu salah…
Aku jadi merasa bersalah…
Aku jadi bingung harus melakukan apa??
            Ayah.. ketahuilah..
            Aku sangat menyayangimu…
            Aku sangat mencintaimu…
            Aku sangat rindu melihat senyummu…
            Aku ingin kita semua hidup bahagia…
Ayah.. beritahu aku bagaimana caranya??
Agar aku tak lagi salah langkah..
Agar aku bisa memperbaiki semuanya..
Agar aku tak lagi membuatmu lelah dan gelisah…
Katakan padaku ayah…
            Jangan hanya diam ayah…
            Aku ingin seperti dahulu ayah…
            Seperti saat-saat kebahagiaan kita ayah…
Maafkan aku yang selalu membuatmu marah…
Maafkan aku yang telah membuatmu lelah dan gelisah…
Maafkan aku yang terlalu banyak menuntut…
Sungguh aku tak pernah bermaksud seperti itu..
Kuharap ayah mengerti maksudku…….

Palapa
110508
2:02 PM

Minggu, 20 November 2011

Janji Persahabatan Kita..

Tara, aku akan tetap ada dekat kamu, aku disini baik-baik aja, kamu juga pasti baik disana, jaga kesehatan kamu ya, aku nggak akan pernah lupain kamu, walau aku jauh aku akan tetap sayang sama kamu.. Luv u cause Allah…’
          ‘Gun…jangan pergi..!! aku nggak mau ditinggal sendiri.. jangan tinggalin aku.. please Gun…Maafin aku kalo aku salah.. Jangan tinggalin aku…’
‘Kamu ga salah.. Ga ada yang salah Ra… Keadaan.. Hanya keadaan yang buat semuanya kayak gini… Maafin aku Ra.. Kamu nggak sendiri.. Ada Allah yang selalu lindungi kamu.. Ada malaikat yang selalu jagain kamu.. Kamu masih ingat cerita aku kan.. Aku pergi ya… Ma..af..in.. aku…’ suara itu makin menjauh bahkan menghilang.
“Anggun…..!!! Hhh…Hhh…Hhh…” Tara terbangun dari mimpi buruknya lagi. “Aduh ..kenapa mimpi itu dateng lagi?? Anggun..kenapa kamu tinggalin aku?? Kamu tau, udah berapa kali aku mimpi kayak gini?? Ini udah yang kesekian kalinya Gun.. Pasti kamu disana nggak ngerasain kayak gini.. iya kan??” Tiba-tiba kepalanya terasa sakit. “Uuuhh..masih jam setengah empat lagi.. kepalaku sakit banget..Mudah-mudahan mama nggak tau kalau aku bangun jam segini.. Ah, lebih baik aku solat malam aja biar kepalaku nggak sakit lagi..” kata Tara. Ia pun bangkit dari tempat tidurnya menuju kamar mandi dan melaksanakan solat malam.
*     *     *
‘Tok..tok..tok..’ suara pintu kamar diketuk. Sekarang sudah jam setengah enam pagi. Rupanya mama sedang berusaha membangunkan Tara dari tidurnya. Ini sudah waktunya bangun tidur. Biasanya Tara sudah bangun jam lima dan mulai siap-siap pergi sekolah. Tapi pintu kamar tak kunjung di buka oleh Tara.
“Kok Tara belum bangun ya? Nggak biasanya dia kayak gini. Padahal dia bilang kalo hari ini ada rapat OSIS jam setengah tujuh. Tapi kok dia belum bangun?” kata mama dalam hati. Mama berinisiatif untuk masuk kamar.
Tara tidak ada di tempat tidurnya. Mama mulai khawatir. Tapi kekhawatiran itu segera hilang karena mama melihat Tara sedang tertidur di atas sajadahnya lengkap dengan kain solatnya. Rupanya Tara kelelahan setelah berdoa dan menangis mengadu pada Tuhannya. Itu diketahui dari wajahnya yang terlihat begitu lelah serta matanya yang bengkak. Mama mendekati dan mencoba membangunkannya untuk siap-siap pergi sekolah. Tapi.. mama terkejut karena bukan hanya wajahnya yang lelah dan matanya yang bengkak, badannya pun panas serta keringat dingin keluar dari sekujur tubuhnya. Tara sakit lagi. Mama membantunya naik ke tempat tidur dan membiarkannya beristirahat.
*     *     *
Di sudut kota yang lain. Di antara hutan yang satu dengan yang lain. Yang di dalamnya mengalir air dari sungai yang panjang. Terdapat beberapa rumah sederhana yang dihimpun menjadi sebuah desa. Di antara rumah itu merupakan rumah Anggun. Anggun yang terpaksa meninggalkan teman-temannya. Anggun yang terpaksa pindah ke tempat ini yang sama sekali asing baginya. Anggun yang sekali lagi ‘terpaksa’ pindah karena pekerjaan orangtua satu-satunya yang sangat ia sayangi yaitu ayahnya. Anggun yang benar-benar anggun karena sifat dan sikapnya yang senantiasa disenangi oleh orang-orang disekitarnya. Anggun yang saat ini sedang dibenci sahabatnya, Tara, karena merasa ditinggalkan. Anggun yang telah meyakinkan Tara tentang semua hal yang selama ini Tara yakini itu tidak sepenuhnya benar. Anggun yang tak berani berharap untuk kembali pada kehidupannya yang dulu dan lebih memilih menemani ayahnya di sini, di desa yang jauh dari keramaian ini.
Sudah tiga hari ini Anggun berada di sudut kota ini, sebut saja Desa Sukarami. Sejak kejadian itu, kinerja ayahnya menurun. Anggun tak tega bila melihat ayahnya seperti orang yang kehilangan arah dan tujuan. Dan ketika bosnya memutuskan ayah harus dipindahkan, Anggun pun merasa ini adalah keputusan yang terbaik. Anggun termenung di sudut kamar menghadap keluar, ke hamparan sawah yang amat luas. Entah apa yang ia pikirkan saat ini.
*     *     *
Pagi yang cerah dengan matahari yang cukup terik. Anggun kecil berjalan dari rumah menuju sekolah yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Hari ini adalah hari pertamanya masuk sekolah setelah beberapa hari kemarin ia sakit. Dengan semangat ia memasuki kelasnya. Ia sudah kangen sekali dengan teman-teman sekelasnya. Setibanya ia di kelas, ia mendapati tempat duduknya ditempati oleh orang lain yang tidak ia kenal. Anak itu cantik. Dan sepertinya itu anak baru.
Dengan sopan ia bertanya, “Hmm..maaf.. Kamu duduk disini? Kalau bisa mau nggak kamu pindah? Ini tempat duduk aku. Kebetulan kemarin aku nggak masuk karena sakit. Kamu pasti anak baru ya?? Nama aku Anggun.” Seraya mengulurkan tangan.
Anak yang dimaksud pun menoleh. “Buat apa aku kenalan sama kamu?! Kalo aku anak baru, memangnya kenapa? Buat apa aku pindah dari tempat duduk ini, kan aku duluan yang duduk disini! Salah sendiri kamu kemarin nggak masuk! Lagian siapa yang tanya kemarin kamu kemana?! Penting ya aku ladenin kamu?!” katanya dengan nada tinggi.
Anggun kecil pun terhenyak dengan perkataan seperti itu. Seharusnya hari ini ia mendapatkan teman baru. Tapi..apa yang ia dapatkan? Hanya pandangan sinis dan perkataan yang tidak baik. Anggun segera menarik tangannya. Ia berjanji dalam hati bahwa ia tidak boleh marah pada teman barunya ini. Karena otomatis ia akan selalu bertemu dengan anak itu setiap hari.
“Ngapain kamu masih berdiri disini?! Bengong lagi! Nggak dengar apa kalau bel masuk udah berbunyi?! Aku nggak akan pindah dari sini, lebih baik kamu cari tempat lain, di belakang kayaknya masih kosong.” kata anak itu dengan keangkuhannya. Anggun pun tersadar dari lamunannya dan segera berlalu mencari tempat duduk yang lain. Ia melupakan sejenak kejadian pagi tadi dan berusaha fokus pada pelajaran yang diberikan oleh guru kesayangannya, Bu Vina.
Jam istirahat dimulai. Anggun pergi ke kantin bersama teman sebangkunya yang dulu, Syifa. Dari Syifa, ia tahu bahwa anak itu bernama Tara dan merupakan pindahan dari Bandung. Tara adalah anak tunggal. Sama seperti Anggun. Tidak punya kakak dan adik. Seandainya kejadian itu tidak terjadi. Berbeda dengan Anggun, Tara memiliki banyak saudara sepupu dari adik ibunya. “Hmm.. pantesan aja dia kayak gitu, manja, nggak tau sopan santun. Aku juga anak tunggal. Tapi aku nggak kayak gitu. Ah seandainya semua itu tidak terjadi.” katanya dalam hati.
Saat pulang Anggun melihat Tara di pos satpam. Rupanya Tara sedang menunggu jemputan mamanya. Anggun memang telat pulang ke rumah karena tadi Bu Vina meminta bantuannya. Ia pun menghampiri Tara. Dari wajahnya, ia tahu bahwa Tara sedang kesal karena jemputan yang datang terlambat. “Tara, ngapain kamu sendirian di sini?” kata Anggun menyapa.
Tara terkejut dan berkata, “Dari mana kamu tau nama aku? Kamu nyelidikin aku ya? Trus kenapa kalau aku sendirian disini? Nggak boleh ya?”
Anggun terhenyak untuk yang kedua kalinya hari ini. “Aku nggak nyelidikin kamu kok. Aku tau nama kamu ya dari baju kamu. Kan ada namanya. Kamu gimana sich? Nggak apa-apa sich kalau kamu sendirian di sini, tapi aku khawatir aja. Aku takutnya nanti ada…..” Anggun menggantung kata-katanya menakuti. Terbukti sekarang Tara memang sudah takut, karena ia sedang mendekap Anggun erat-erat. Hampir tertawa, Anggun berusaha melepas tangan Tara yang sedang mendekapnya. “Iih ngapain sich kamu? Gitu aja takut. Tadi aja marah-marah. Sekarang malah meluk-meluk aku..” katanya meledek Tara.
Tara mulai melepaskan dekapannya dengan malu-malu dan memasang tampang judesnya lagi. “Siapa yang takut? Aku berani kok di sini sendiri! Kamu nggak usah khawatirin aku. Kalo mau pulang, pulang aja sana,” kata Tara. Sebenarnya ia sangat berharap kalau ada yang menemaninya menunggu jemputan disini. Tapi ia sudah terlanjur tidak percaya bahwa ada seseorang yang benar-benar tulus berteman dengannya.
“Oh bagus deh kalau begitu. Jadinya kan aku nggak usah capek-capek nemenin kamu kalau kamu berani.Ya udah ya aku duluan.. Daaach.. Sampe ketemu besok ya teman baru…” kata Anggun sambil berlalu.
Tara masih berdiri dengan sombongnya. Tapi kemudian….”Eh tunggu! Katanya mau nemenin aku.. kok aku malah ditinggal?? Gimana sich??” Anggun berhenti dan menoleh sambil tersenyum.
“Kamu bener-bener mau aku temenin? Kalo mau aku temenin, kamu harus janji nggak boleh marah-marah sama aku dan teman-teman yang lain. Kalo kamu melanggar, kamu harus terima resiko nggak ada teman yang mau berteman sama kamu termasuk aku.Ya??” kata Anggun.
Dengan ragu Tara mengangguk dan berkata, “Iya deh aku janji tapi kamu harus temenin aku sampe mama jemput aku. Dan satu lagi, mulai sekarang kita sahabat dan kamu harus janji jangan pernah tinggalin aku,” sambil mengacungkan jari kelingking tanda persahabatan.
“Iya janji, Insya Allah..” kata Anggun sambil menautkan jari kelingkingnya pada jari Tara.
Dan mulai saat itu, mereka adalah sahabat yang akrab. Anggun mengajari Tara banyak hal. Sopan santun, keramahan, tanggung jawab, saling menghargai, saling menghormati, kepedulian, kasih sayang, persahabatan dan cinta.
*     *     *
Sore ini langit biru terasa indah diselimuti awan putih yang lembut. Hari ini merupakan hari yang berat bagi Anggun. Karena hari ini ia akan memberitahukan kepergiannya dua hari lagi. Beberapa hari sebelumnya, Anggun sengaja menghindar dari sahabatnya, Tara, dengan berbagai alasan. Padahal alasan yang sebenarnya hanya satu. Anggun tak ingin Tara berat melepasnya ketika akan berpisah nanti, karena sesungguhnya Anggun ingin pergi jauh meninggalkan Tara. Sebenarnya ia pun tak ingin meninggalkan Tara karena janji persahabatannya lima tahun yang lalu.Tapi semuanya ia lakukan demi menemani ayahnya. Hari ini Anggun mengajak Tara pergi ke suatu tempat yang menjadi tempat favorit mereka. Setelah bersenang-senang cukup lama, Anggun memulai pembicaraannya.
Tara, aku mau ngomomng sesuatu sama kamu, tapi kamu janji ya jangan potong omongan aku sebelum aku selesai ngomong. Dan aku ngomong ini serius, aku nggak bercanda..” kata Anggun yang membuat Tara hampir tertawa.
“Kamu mau ngomong apa sich? Kok banyak banget syaratnya? Sok-sok serius lagi..” kata Tara tak mengerti.
“Aku serius nich. Dengerin aku dulu. Pokoknya kamu nggak boleh potong omongan ku. Aku..aku..aku mau pergi Ra. Aku mau pergi sama ayah, kamu tau kan sejak mamaku sakit dan meninggal beberapa bulan yang lalu, ayahku jadi nggak konsen kerjanya. Trus bosnya terpaksa ambil keputusan buat pindahin ayahku ke daerah. Jadi aku terpaksa ikut ayah karena menurutku dengan pindahnya ayah dari kota ini, ayah bisa lupain semuanya. Aku udah pikirin semua resikonya. Termasuk dibenci sama kamu untuk selamanya. Ayah sich terserah aja sama aku. Tapi aku lebih berat pisah dari ayah ketimbang dari yang lain. Soalnya di dunia ini aku cuma punya ayah. Aku nggak bermaksud buat tinggalin kamu dan melanggar perjanjian kita dulu. Tapi..” kata Anggun.
Tara terdiam dan mulai tertawa, “Kamu tuch ngomong apa sich? Kamu jangan ngaco gitu deh.. kamu bercanda kan? Kamu nggak lagi salah makan obat kan? Kamu nggak usah bercandain aku deh..aku lagi nggak mood bercanda nich..” katanya tidak percaya.
“Aku serius Ra, aku nggak lagi bercanda. Nich kalo kamu nggak percaya. Ini tiket pesawat yang udah ayah pesan. Aku akan pergi dua hari lagi. Maafin aku Ra. Maafin aku karena aku nggak bilang sama kamu sebelumnya. Kemarin-kemarin aku juga sengaja menghindar dari kamu. Kamu tau kenapa?? Karena ini Ra, karena aku nggak mau kamu berat pisah dari aku. Aku pengen kamu benci dan marah sama aku karena dengan begitu kamu bisa rela kalau aku pergi. Dan aku bisa dengan lebih lega tinggalin kamu. Aku udah pertimbangin semua. Dan inilah keputusanku. Aku udah jelasin semua sama kamu. Tapi maaf Ra, maaf karena aku nggak ngomong sebelum ini. Berat Ra, berat rasanya ambil keputusan ini. Tapi aku yakin kamu ngertiin aku, karena kamu sahabatku,” Anggun mengakhiri kata-katanya. Sekarang kedua sahabat itu menangis.
“Aku nggak percaya Gun. Aku nggak percaya kamu bisa sejahat itu sama aku. Kenapa kamu nggak bilang sebelum ini sama aku?! Kenapa?! Itu karena selama ini kamu nggak anggap aku ini temen kamu?! Sahabat kamu?! Gitu kan?! Iya?! Kenapa kamu diam? Seenaknya aja kamu bilang kayak gini? Seenaknya aja kamu melanggar perjanjian kita! Kamu emang nggak pernah ngertiin aku. Ternyata emang nggak ada yang tulus berteman sama aku. Pantesan aja akhir-akhir ini kamu aneh. Ternyata karena ini?! Kamu emang jahat Gun.. Jahat!.. Aku nggak peduli sama kamu. Pergi aja sana! Nggak usah balik-balik lagi! Kamu nggak usah peduliin aku! Dan anggap kita nggak pernah kenal!! Aku benci!! Aku benci sama kamu!!” Tara berkata sambil terisak.
Ia berlari meninggalkan Anggun sendirian. Sakit sekali rasanya hati Tara saat itu. Ia tidak peduli jika Anggun harus pergi meninggalkannya. Ia sangat mengerti dengan keputusan Anggun. Tapi yang tidak ia mengerti adalah caranya. Cara Anggun yang tidak mengatakan sebelum ini. Jika saja Anggun mengatakan jauh sebelum hari ini, mungkin tidak sesakit ini rasanya. Mungkin ia akan bisa menerima keputusan Anggun ini. Tapi Anggun mengatakan hari ini, setelah beberapa hari yang lalu Anggun menghindar darinya. Bahkan ia hanya punya waktu dua hari sebelum keberangkatan Anggun.
Anggun berusaha mengejar Tara, tapi ia terlambat. Hari yang cerah pun berubah menjadi hujan yang deras. Langit biru nan indah berubah menjadi kelam. Awan putih yang lembut berubah menjadi menakutkan. Mereka menangis dalam hujan. Menangisi perpisahan ini. Hanya mereka yang tahu, betapa sakitnya perpisahan ini.
Keesokan harinya, Anggun tidak melihat Tara di sekolah. Ternyata Tara sakit. Mungkin karena hujan-hujanan kemarin. Sepulang sekolah Anggun pergi ke rumah Tara untuk menjenguknya. Namun Tara tidak mau menemuinya. Dengan kecewa ia pulang ke rumah dan berusaha fokus terhadap barang-barang yang akan ia bawa besok.
*     *     *
“Ma… sekarang jam berapa? Tara harus ke sekolah karena ada rapat OSIS jam setengah tujuh Ma..” kata Tara dengan lemas. Tara baru bangun dari tidurnya. Mama tidak mengizinkan Tara pergi sekolah setelah mama mendapatinya tertidur dengan badan yang panas di atas sajadahnya tadi pagi.
“Iya sayang.. Akhirnya kamu bangun juga.. Sekarang sudah jam sepuluh. Badan kamu panas. Kamu nggak boleh kemana-mana. Kamu ini kenapa sich? Baru tiga hari ditinggal Anggun, kamu udah kayak orang ditinggal mati aja.. Anggun itu anak baik. Kamu nggak boleh kayak gini.. Seharusnya kamu senang karena Anggun disana juga senang bersama ayahnya,” kata mamanya.
“Iya sich Ma.. aku juga senang kok kalau dia senang disana. Aku sedih aja kalo inget janji persahabatanku sama dia. Mama tau kan betapa senangnya aku waktu aku punya temen kayak dia. Cuma dia yang bener-bener tulus temenan sama aku. Waktu di Bandung dulu mana ada yang mau temenan sama aku. Mereka temenan sama aku kalau aku bawa makanan dan mainan baru aja. Terus pas pindah kesini ada dia yang selalu ngajarin banyak hal. Ngajarin sesuatu yang penting, yang biasanya dianggap orang lain sepele. Dia selalu ada waktu aku butuh. Aku lagi senang atau lagi sedih, dia selalu ada Ma.. Aku sayang banget sama dia. Kemarin ini  aku sedikit kesel aja waktu dia bilang dia mau pergi. Masa’ dia cuma kasih aku waktu  dua hari sebelum keberangkatan. Udah gitu dia nggak kasih kabar lagi. Dia udah sampe apa belum, dia senang apa nggak tinggal di sana.. No Hp nya nggak aktif lagi. Sekarang dia lagi ngapain ya Ma??” ujarnya.
“Mana mama tau? Kamu dong yang hubungi dia duluan. Mungkin aja dia masih nggak enak hati tinggalin kamu. Makanya dia belum berani hubungi kamu. Eh iya, ini ada titipan dari Anggun. Sebelum pergi, dia kesini tapi kamu kan nggak mau ketemu dia. Kamu juga nggak mau terima ini kan?? Sekarang saatnya buktiin ke mama kalau kamu udah dewasa dan bisa terima kalau Anggun pergi..” kata mama seraya memberikan titipan dari Anggun. Tara menerima bingkisan itu. Mama pergi keluar kamar dan membiarkan Tara sendirian dikamar.Ternyata bingkisan itu berisi sebuah surat dan kaset nasyid yang selalu Anggun nyanyikan. Tara membaca surat itu.

Dear Tara sahabat terbaikku..
Assalamua’laikum Wr. Wb
Apa kabar sahabatku?? Semoga kamu masih berada dalam lindungan Allah SWT ya,, mungkin waktu kamu baca surat ini, aku udah pergi dari kota ini. Gimana? Kamu udah sembuh kan? Jangan sakit lagi ya, walau aku tau, kamu sakit gara-gara aku. Maafin aku ya Ra. Aku udah pernah bilang kan kalau aku nggak bermaksud buat tinggalin kamu. Aku tau pasti kamu mengerti dengan keadaan ini. Aku tau waktu kamu bilang benci sama aku, itu nggak bener-bener dari hati kamu. Kamu cuma kesal sama aku. Iya khan?? Aku udah prediksiin reaksi kamu kok. Hebat khan?? ;-). Apa sekarang kamu masih marah sama aku?? Aku yakin kalau kamu ada di posisi aku, kamu juga kan melakukan hal yang sama. Karena saat ini aku berada di persimpangan dan harus memilih jalan yang terbaik buat aku.
Kamu masih inget lagunya EdCoustic kan?? Yang baitnya kayak gini.. ‘Dipersimpangan aku berdiri membisu. Harus kuputuskan kemanakah ku melangkah. Jangan lagi usikku karena aku tak tau kemana lagi harus berlari kejar harapan yang sempat mengelam. Biarkan ku hidup dengan nafas yang baru, nafas yang menyimpan kedamaian. Dipersimpangan aku berdiri.’ Itulah aku sekarang Ra, aku bingung harus gimana? Kedua jalan itu ada resikonya. Yang pertama aku dibenci kamu. Dan yang kedua aku pisah dari ayah. Aku lebih memilih dibenci sama kamu daripada pisah sama ayah karena aku udah melanggar janji persahabatan kita.
Ra, kamu percaya deh sama aku, nggak semua orang seperti teman-teman kamu di Bandung. Mungkin kebetulan aja kamu ketemu temen-temen yang nggak tulus berteman sama kamu. Dan kalau misalnya Allah juga nggak mempertemukan kita, aku juga yakin kita nggak bakal ketemu. Dalam hidup ini ada pertemuan dan ada perpisahan. Kayaknya aku udah bilang ini sama kamu. Kamu masih bisa kok temuin orang seperti aku disana. Kamu nggak usah takut nggak punya teman. Biar kita sama-sama anak tunggal, tapi kamu lebih beruntung karena kamu masih punya saudara sepupu. Kalau aku?? Kamu harus tegar ya, aku aja yang ditinggal mama untuk selamanya nggak kayak kamu. Aku kan deket pindahnya. Cuma beda pulau doank. Lagian kita kan masih bisa telpon-telponan, iya nggak?? Lain kali Insya Allah kita masih bisa ketemu kok. Masa’ kamu udah sedih dan putus asa kayak gini??
Tetep semangat ya,, tetep istiqomah,, jangan lupain aku karena aku juga nggak akan pernah lupain kamu… Insya Allah. Aku akan kasih kabar secepatnya kalau aku udah sampe disana. Jangan pernah benci sama aku ya Ra…Ni aku kasih kaset kesayangan ku. Kalau kamu kangen sama aku, dengerin aja lagu ini. Dan aku akan ada dekat kamu… Kayak sulap aja ya?? He..he..he..Udah ya,, aku mau beres-beres dulu..
  Brother hood in Islam are like stars not always shine, but u know, they are always be there for u if u feel sad, lonely or futur, just look the sky at night and u will find that u not alone in the way of Da’wah. Luv u coz Allah. Jadi, kalau kamu kesepian kamu liat aja bintang…
Wassalam.
From sahabat mu Anggun.

Tara tak kuasa menahan air matanya. Namun ia segera tersenyum. Ia sadar, seharusnya ia memang tak sesedih ini. Anggun memang paling bisa membuatnya tersenyum. Berada di dekat Anggun selalu membuat Tara terasa nyaman. Anggun mengajarkan Tara bahagia dan derita. Anggun tunjukkan Tara bahagia dan derita. Dan Anggun berikan Tara bahagia dan derita.
Tara pun menghidupkan kaset yang diberikan oleh Anggun. Alunan lagu yang dibawakan oleh vokalis EdCoustic terasa sangat menyejukkan. Suara vokalisnya yang merdu mampu membawa Tara ikut bernyanyi.

          *Sedih bila kuingat pertengkaran itu..
Membuat jarak antara kita..
Resah tiada menentu..
Hilang canda tawamu..
Tak ingin aku begini..
Tak ingin begini..
            Sobat rangkaian masa yang telah terlewat..
            Buat batinku menangis..
            Mungkin karena egoku..
            Mungkin karena egomu..
            Maaf aku buat begini..
            Maaf aku begini..
Bila ingat kembali..
Janji Persahabatan kita..
Takkan mau berpisah..
Karena ini..
            Pertengkaran kecil kemarin..
            Cukup jadi lembaran hikmah..
            Karena aku ingin tetap..
            Sahabatmu..
*     *     *
Ketika Tara sedang berkumpul dengan keluarganya, telpon di rumah Tara berdering. Mama yang mengangkatnya.
“Iya halo.. Anggun?? Innalillahi… terus sekarang gimana?? Iya nanti saya bilang sama Tara… Iya wa’alaikumsalam…” kata mama berbicara dengan orang diseberang sana.
“Anggun meninggal??” Tara panik dan pingsan karena kesehatannya belum terlalu pulih.
“Aduh.. ni anak kok langsung pingsan aja.. bukan dengerin penjelasannya dulu. Orang yang mati itu marmut yang sama-sama mereka beli, Pa. Dia bilang marmutnya mati waktu di perjalanan dan dia baru kasih tau sekarang karena disana nggak ada sinyal. Dia aja tadi nelpon di pasar yang letaknya deket kota. Tadi dia udah telpon ke Hp nya Tara tapi nggak diangkat-angkat. Terus dia juga buru-buru telponnya karena biaya telpon interlokal kan mahal Pa… itu yang dia bilang dan suruh menyampaikan pada Tara. Eh ni anak belum apa-apa udah pingsan duluan…” kata mama menjelaskan papa.

* Lirik lagu EdCouctic ‘Pertengkaran kecil’
THE END
230308
Palapa 2:44 pm

Sabtu, 19 November 2011

Selamat Jalan Buyaaaa..


Aku sedang tertidur lelap saat itu. Sudah jam 12 malam lewat. Lampu baru saja mati. Dan ketika adikku terbangun dan merengek karena takut gelap, aku pun terbangun dari tidur dan membimbingnya untuk tidur bersamaku. Kemudian aku mulai meneruskan mimpiku lagi. Baru saja aku memulai untuk tidur lagi. Tiba-tiba saja ponselku berdering. Ah, mungkin sedang iseng. Tapi setelah aku melihat siapa orang yang menelponku, aku pun berpikir untuk mengangkatnya. Sejenak tak terdengar suara apa pun dari seberang sana. Tapi setelah ku dengarkan dengan baik. Orang yang menelponku sedang menangis. Apa yang terjadi sebenarnya?? Ia tak mungkin bercanda! Karena ini sudah lewat tengah malam! Setelah aku bertanya, aku pun baru tahu cerita yang sebenarnya. Keringat dingin keluar dari sekujur tubuhku. Badanku gemetar. Aku benar-benar tidak percaya akan hal ini. Ini tak mungkin!! Baru saja aku berpikir untuk pergi bersilahturahmi kesana besok pagi, ternyata rencanaku tidak bisa kulakukan. Aku tak pernah berpikir ini sebelumnya. Ini semua benar-benar di luar kendaliku. Ya, hanya kehendak Allah SWT yang akan terjadi di dunia ini, apa pun itu.
***
Buya adalah orang yang amat kukagumi seumur hidupku. Baru kali ini aku bertemu dengan orang yang seperti itu. Nama lengkapnya adalah Ahmad Dalwi TK. Labai Sinaro. Beliau adalah seorang ustadz besar yang cukup terkenal. Beliau sudah seperti ayahku sendiri. Aku pun sangat menyayanginya. Tapi bukan berarti aku tidak menyayangi ayahku sendiri. Namun ada sesuatu dalam dirinya yang amat kusukai, yang tidak aku temukan dalam diri ayahku. Mungkin karena ayahku tidak berpendidikan tinggi dan hanya memiliki ilmu agama seadanya. Ya, beliau memang berbeda dengan ayahku. Beliau memang tinggi ilmu agamanya karena beliau berada di dunia pesantren sejak kecil, jadi beliau amat menguasai ilmu-ilmu agama.
Aku memang tidak punya hubungan persaudaraan dengan beliau. Aku hanya kenal dengan anak-anak beliau yang juga baik-baik. Namun setelah kenal dengan beliau, aku merasa ada sesuatu yang menarik dalam diri beliau. Keluarga beliau juga baik-baik. Aku merasa menjadi anggota keluarga mereka. Sebab apabila ada acara di rumah mereka aku selalu diundang layaknya keluarga dekat. Sehingga aku jadi sering bersilahturahmi ke rumah mereka.
Beliau tidak pernah lupa menasehatiku apabila aku pergi ke rumahnya. Kata-katanya selalu sejuk terdengar di telingaku. Mungkin bukan hanya aku yang pernah merasakan nikmat ini. Namun rasanya aku amat teristimewa mendengar cerita-cerita, nasihat-nasihat bahkan pengalaman-pengalaman yang pernah beliau lalui semasa hidupnya. Selalu ada saja yang beliau sampaikan padaku. Sehingga aku pun tak pernah bosan mendengarkan apa yang beliau sampaikan padaku.
Aku ingat disuatu hari, saat aku sedang bingung menghadapi suatu masalah yang berkaitan dengan masa depanku yang aku hadapi saat ini. Aku bercerita kepadanya. Saat itu aku dihadapkan oleh dua pilihan. Yang pertama, aku mendengarkan ayahku melanjutkan kuliah, yang saat itu aku diterima sebagai mahasiswa baru di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di daerahku tinggal, yang saat itu aku sangat mengerti keadaan ayahku yang tampaknya sudah mulai tak seprima dulu, sedangkan aku masih memiliki adik dibawahku, yang tentu saja mau tak mau akan menjadi tanggungjawabku kelak. Yang kedua, aku mengikuti kata hatiku untuk mencari pekerjaan agar bisa meringankan pekerjaan ayahku dan tentu saja menolak Perguruan Tinggi Negeri (PTN) itu. Saat aku bercerita tentang ini, beliau pun menasehatiku panjang lebar dengan melihat lagi prospek ke depan nantinya. Intinya aku harus memilih pilihan yang pertama, yaitu melanjutkan pendidikanku ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Aku masih ingat sekali kata-katanya saat itu, ’Nak, hidup, mati, rezeki dan jodoh itu ada di tangan Allah, kita harus yakin akan hal itu. Semua masalah itu ada jalan keluarnya apabila kita berusaha untuk mencari jalan keluar itu Allah tidak akan sia-sia dengan kerja keras kita asal kita pun bersungguh-sungguh menjalaninya. Jadi lebih baik kamu ikuti kata orangtuamu karena di dunia ini tak ada orangtua yang mau menyusahkan anaknya.’ Kata-kata itu cukup menyejukkan hatiku. Aku pun menuruti kata-kata beliau dan hingga saat ini aku masih menjalani pilihan hidupku ini.
Namun saat ini beliau sudah tidak ada lagi di dunia ini. Ya, beliau sudah meninggal dunia beberapa hari yang lalu. Beliau meninggalkan dunia ini dengan khusnul khatimah, Insya Allah. Sungguh tak ada tanda-tanda beliau akan meninggal dunia pada malam itu. Bahkan beberapa jam sebelumnya beliau masih bergurau dengan anak-anak beliau. Kehendak Tuhan memang tak ada yang bisa menduga sebelumnya. Meskipun hal ini cukup membuat para kerabat, termasuk aku, terpukul akan kepergiannya yang tiba-tiba itu. Namun mereka pun tabah menerima semua ini. Ya, kita memang harus tabah menerima kehendak Allah SWT kepada kita.
***
Malam itu aku langsung bergegas kerumahnya bersama salah satu adikku. Ternyata benar, dirumah itu sudah banyak orang. Hingga beliau dikuburkan, tak ada satu pun orang yang tidak menangisi kepergiannya. Aku sangat mengerti keadaan itu karena selama hidupnya beliau sangat baik. Bahkan yang sangat mengagetkan adalah saat beliau disolatkan, Subhanallah sekali. Masjid yang bisa menampung sekitar 200 orang, mendadak penuh oleh jamaah yang ingin menyolatkan beliau. Subhanallah.
Sesungguhnya Allah memang tidak sia-sia dengan apa yang kita lakukan di dunia. Pasti ada balasan sesuai dengan apa yang kita lakukan. Baik langsung di dunia maupun di akhirat kelak.


Z1 K2
110908
10.14 PM

Refleksi Diri Seorang Akhwat…


Aku akhwat katanya…
Begitu mereka menyebutku…
Karena kerudungku besar dan jilbabku lebar…

Aku akhwat katanya…
Karena rajin ikut majelis taklim dan aktivis kampus…

Aku akhwat katanya…
Tapi adakah aku pantas menerima gelar itu???!!!
Mereka tak tau siapa aku…
Untuk bangun malam saja sulit…
Sering melewatinya tanpa rasa menyesal…

Aku akhwat katanya…
Untuk menghafal Al-Qur’an saja rasanya tak ada waktunya…
Tapi mengapa tuk kegiatan kampus senantiasa ada waktu terluang..??!

Aku akhwat katanya…
Yang selalu ada waktu untuk berbicara layaknya politikus handal…
Sedang untuk dzikir mengingat ALLAH saja selalu saja ada alasan…
Ngantuk misalnya!!!

Aku akhwat katanya…
Membaca Al-Ma’tsurat setiap hari saja rasanya terlupakan…

Aku akhwat katanya…
Yang selalu berkoar anti zionis tapi produknya diembat juga…!!!

Aku akhwat katanya…
Yang merasa bangga dengan wawasan dan wacana yang luas…
Tapi kosong wawasan agama…

Aku akhwat katanya…
Yang mengaku paham syari’at tapi juga menjalani ikhtilat…
Sudah menghilangkan hijab, rapat berhadapan, tertawa dengan asyik…

Aku akhwat katanya…
Untuk berbagi dengan saudara rasanya tak rela…

Lalu pantaskah aku disebut akhwat??!
Lalu pantaskah aku disebut aktivis da’wah??!
Lalu pantaskah aku meminta pada-Mu ya..Rabb…
Apakah tidak tau dirikah namanya aku??!

Lalu pantaskah aku mendapat syafa’at rasul yang terkasih MUHAMMAD SAW??!
Untuk melantunkan sebait shalawat setiap hari bahkan setiap pekan rasanya tak pernah kecuali dalam shalat…

Pantaskah aku mengharap mati khusnul khatimah…
Sedang dalam pikiranku tak pernah memikirkannya, mempersiapkannya…
Camkanlah!!!
AKU SEORANG CALON MAYAT!!!!

*ketikamasihberkecimpungdida'wi

Ketidakterusterangan Kita..



Selasa, 9 Agustus 2011 jam 14:34

Seringkali saat bersama mereka, aku tak mengingat Mu Ya ALLAH..
Padahal seharusnya, sahabat yang baik adalah saat bersama mereka, aku juga merasa bersama Mu..
Dekat dengan Mu..
Dan merasa di awasi oleh Mu..
Tapi mengapa tidak Ya ALLAH??
Apa kah ini salah satu indikasi aku harus meninggalkan mereka?
Secara perlahan dan PASTI?

Sepertinya aku sedang mengalami krisis persahabatan..
Terlalu banyak kekecewaan, yang karena aku tau, aku sadar, aku tlah memiliki harapan besar pada mereka..
Ya mungkin itu jawabannya.. Kekecewaan..
Sudah lama aku bersahabat.. Tapi untuk yang satu ini aku seperti tak mampu mempertahankannya..
Kecuali.. Dengan ketidakterusterangan yang selalu ada..
Kecuali.. Dengan kepurapuraan kami..
Kecuali.. Bahkan dengan kebohongan yang mungkin ada..

Aku tau itu Ya ALLAH..
Aku sadari itu..
Namun aku tak mampu..
Tak mampu berterusterang..
Tak mampu tak berpurapura..
Karena, sepertinya kami sudah nyaman akan hal ini..
Nyaman atas ketidakterusterangan kami..
Nyaman atas kepurapuraan kami..

Dan aku sendiri.. Terkadang tak mampu mengendalikan suudzon yang pernah muncul..
Terkadang tak ingin mendengarkan penjelasan yang sebenarnya..
Karena seperti yang sudah ku katakan, aku NYAMAN dengan semua ketidakterusterangan ini..

Seringkali kami berterusterang..
Tapi tak pernah tuntas..
Masih ada yang terganjal..
Masih ada yang tak terbahas..
Hanya karena satu hal..
Hanya karena akan ada kebencian satu sama lain jika terbahas..
Dan aku (mungkin kami) tak NYAMAN dengan keadaan itu..

Tapi apakah bersahabat itu hanya cukup dengan keNYAMANan saja?
Cukup dengan itu kah?
Lalu bagaimana dengan rasa saling percaya, saling terbuka, saling menghargai, saling pengertian??
Bagaimana dengan rasa-rasa itu? Diabaikan kah?

Atau mungkin karena aku bersahabat dengan perempuan?
Yang lebih mementingkan perasaan daripada logikanya?
Sehingga lebih baik tak berterusterang dari pada melukai perasaan masing-masing?

Hmm.. SULIT aku menghadapinya..
Dan ini juga adalah tanda aku tak berterusterang..
Karena aku menulisnya disini..
Tak mengatakan pada mereka..
Pengecut kah namanya ini? Ya.. mungkin saja..

Keberanian ku akan PUDAR jika sudah bersama mereka..
Keberanian mengatakan pendapat, kritik bahkan hanya sekedar saran membangun..
Ntah lah..

Banyak orang yang menganggap ku sahabatnya..
Tapi tak cukup bagi ku alasan untuk menjadikan mereka sahabat ku..
Mungkin karena aku (terlalu) banyak mau nya..
(Terlalu) Tinggi standar untuk menjadikan seseorang menjadi sahabat ku..
Tapi ah.. Tidak juga..

Aku hanya ingin yang benar-benar mengerti aku..
Yang bisa n mampu berkata 'gw ada bwt lu walau tak disamping lu'.. (pake aplikasi tentunya)
Yang bisa bilang 'kalo mw curhat telpon aja'..
Yang bisa ngomong 'kalo ada apa-apa bilang ma gw'..
Yang jika aku bersamanya, aku ingat pada ALLAH..
Hanya itu.. Tapi kenyataannya.. Hanya beberapa orang yang mampu berkata n mengaplikasikannya..
Itu pun jauh..
Terkadang aku perlu meminjam bahunya untuk menangis..
Berada dalam pelukannya saat senang dan sedih..

Hmm..
BERSYUKUR.. mungkin itu jawaban akhirnya..
Dan akankah bertahan dengan ketidakterusterangan ini?
Kita tunggu saja.. Mungkin waktu bisa membantu menjawabnya..
Mungkin suatu saat kelak, aku bisa menemukan yang terbaik..
Amiiiiien.. :)

Teruntuk sahabat ku nun dekat disini..
Sadarkah kalian kalau kita terlalu banyak ketidakterusterangan?
Terlalu banyak kepurapuraan?
Hmm..
Sesungguhnya aku sudah lelah..
Namun tak cukup alasan bagi ku untuk mengatakannya..

Rabu, 16 November 2011

Tanda tak bersyukur kah??

Kehilangan barang kesayangan.. 
Kehilangan orang tersayang.. 
Pernahkah kalian merasakannya? Pernahkah kalian mengalaminya? 
Bagaimana rasanya? 
Menurut ku, amat sangat tak menyenangkan.. 
Ya, amat sangat tak menyenangkan bagi ku.. 

Pernah kah kalian mendengar atau membaca kata-kata mutiara ini? 
'Kalian tak akan merasakan kalo semuanya INDAH dan MENYENANGKAN sebelum semua nya HILANG' 
Kurasa itu memang benar.. Dan mengindikasikan kalau selama ini kita tak menjaga semuanya dengan baik dan akan merasa amat sangat menyesal kalau semua sudah hilang.. 

Tak dapat menjaga atau tak mampu menjaga? 
Kurasa sama saja.. Itu terjadi karena kita sudah lalai.. Lalai sekali kurasa.. 
Dan sepertinya itu juga indikasi kurangnya rasa SYUKUR kita pada yang sudah memberi dengan segala KEINDAHAN dan KEBAIKAN.. 

Kawan.. 
Ku ingatkan pada kalian.. 
Kalau kalian sudah memiliki hal yang sudah lebih dari cukup, mengapa masih ingin yang lebih? 
Sudah punya laptop.. Ingin punya netbook.. 
Sudah punya netbook.. Ingin punya IPad.. 
Hmm.. Dengan fungsi yang hampir sama.. Masih bisa dipakai.. Kenapa masih ingin yang lebih? 
Terlebih lagi jika mengetahui ada orang yang memiliki lebih dulu dari kita.. 
Pasti kalian akan lebih bersemangat untuk memilikinya.. 
*sadar atau tidak, niat mu sudah salah kawan 

Kawan.. 
Menurutku itu tanda TAK PANDAI BERSYUKUR.. 
Kawan dekat ku pernah berkata 'Namanya juga manusia, tak pernah puas..' 
Betul memang.. Tapi menurut ku, itu berlebihan kawan.. Sungguh TAK PANDAI BERSYUKUR.. 

Kendati pun, kalian selalu mendapatkan apa yang kalian inginkan karena faktor 'kekayaan' orang tua kalian, menurut ku itu sama sekali TAK HEBAT.. 
Makin sering terlihat seperti itu.. Makin terlihat jelas KUALITAS hidup mu di masa yang akan datang nanti.. 

Sulitkah bersyukur pada Dzat yang telah memberi mu segalanya dan berusaha menjaganya dengan baik?? 
Sulitkah kawan?? 
Itu lah mengapa barang atau seorang pergi dari hidup mu.. 

Sudah punya laptop.. Ingin punya Netbook.. 
Seringkali laptop itu hilang atau rusak.. 
Sudah punya sahabat.. Tapi ingin dia seperti yang kita ingin kan.. 
Seringkali sahabat pergi menjauh dari mu.. 

Hmm.. 
Bersyukur lah kawan.. Maka DIA akan memberikan apa yang kalian butuhkan.. 
Maka DIA akan menyayangi mu seperti kalian menyayangi pemberiannya.. 
Maka DIA akan mencintai mu dan akan menutupi kekurangan mu.. 
Yakinlah akan hal itu kawan.. 
Allahu'Alam Bishowab.. 

*teringat topik pembicaraan bbrp hari lalu

Dewasaaa..

Dewasakah kita? 
Dewasakah kamu? 
Dewasakah dia? 
Dewasakah kalian? 
Dewasakah mereka? 
Dewasakah aku? 


Hmm.. Sapa sebenarnya yang patut menjawab? 
Kamu.. Aku.. Dia.. Mereka.. Kalian atau Kita? 


Dewasa.. Apa itu? dari mana kata ini berasal? 
Aku pernah mendengar bahwa 'Menjadi Tua adalah Kepastian, Menjadi Dewasa adalah Pillihan'.. 
Pernyataan yang benar menurut ku.. :) 


Banyak definisi tentang 'dewasa' ini.. 
Definisinya bisa dilihat dari banyak hal.. (kalo ga percaya, cari aja di google) :) 
Dari waktu zaman sekolah saja sudah banyak definisinya.. Mulai dari pelajaran agama hingga pelajaran bimbingan konseling.. 


Tapi apa sih 'dewasa'? Kenapa orang yang punya sifat tertentu itu di bilang 'ga dewasa'?? 
Dewasa sikap.. Dewasa usia.. Dewasa pemikiran.. 
Hmm.. Masing-masingnya itu punya ciri tertentu.. 
Belum tentu yang dewasa usia juga dewasa pemikiran n sikapnya.. 
Walaupun seringkali tuntutan itu harusnya ada.. Bahkan melekat pada si 'dewasa usia'.. 
Tapi kalau di lihat disekitar kita (liat depan, belakang, kanan n kiri dulu ah.. :)) jarang ada orang yang udah dewasa usia trus dewasa juga pemikiran n sikapnya.. 


Kenapa?? (pertanyaan yang kadang2 males jawabnya) 
Yaaa.. Bisa banyak alasannya.. Bisa lingkungan.. Kebiasaan.. atau bahkan genetika (keturunan).. 


Dewasa.. Satu kata yang akhir-akhir ini mewarnai hidupku.. :) 
Salah satu bahan candaan yang menyenangkan.. 
Kalau sudah punya gebetan.. Punya pacar.. Ngobrolin tentang cowo.. Itu dianggap sudah dewasa..
Walaupun ada beberapa yang kurang terima.. Katanya 'gw blm tumbuh gigi belakang, brrti kn gw blm dewasa..' 
Lalu akan ku jawab.. 'belum dewasa emang, tapi udah mateng..' hihihi :) 
Karena itu salah satu indikasi dewasa menurut ku.. Mungkin menurutnya dewasa itu yang sudah tumbuh semua gigi paling belakang.. ckckck 


Dewasa Usia.. Jelas lah orangnya.. Yang usianya sudah 17 tahun keatas.. 
Seperti yang tertera dimana-mana.. Terutama di bioskop.. 
Usia 17 tahun keatas seringkali jadi patokan kedewasaan seseorang oleh orang lain.. 
Harusnya memang begitu.. Namun banyak juga ditemukan bahwa untuk menjadi dewasa, tak perlu usia 17 tahun bukan?? 
Si 'usia 17 tahun keatas' ini seringkali mendapat tuntutan itu.. Tuntutan bernama KEDEWASAAN.. 
Yang entah darimana aturannya.. Yang entah darimana undang-undangnya.. 
Jika seseorang tak mendapatkan KEDEWASAAN pada diri seorang 'usia 17 tahun keatas', maka sering disebut Tak Dewasa.. 
Hmm.. Kejam menurut ku.. Tak Dewasa juga bisa diartikan kekanakkanakan.. 
Atau yang lebih familiar di telinga ku adalah 'udah tua juga, masih aja kayak anak2.. inget umur lah woy'.. 
Pernyataan kejam yang sering singgah di telinga.. Hmm.. 


Dewasa Sikap.. 
Tak perlu usia 17 tahun keatas.. 
Dewasa sikap ditandai dengan sikap menerima seseorang terhadap kebenaran walaupun terdengar menyakitkan.. 
Sakit.. Tapi harus diterima.. Karena itu memang benar.. 
Seperti kutipan berikut ini.. 
'Meski hati sakit, perasaan jengkel, malu karena berbagai alasan, dan merasa bahwa cara orang lain menyampaikan pendapatnya membuat kita merasa jengkel, namun benar adalah benar. Jika kita mampu mengesampingkan selera pribadi demi kebenaran, maka itulah yang disebut dewasa' 
Aku sangat menyetujui pernyataan di atas.. 
Sikap menerima.. Betapa pun jengkelnya, betapa pun marahnya, betapa pun sakit hatinya, betapa pun GONDOK nya.. Yang benar adalah benar.. 
Mulai sekarang.. Belajarlah bersikap dewasa.. Dewasa Sikap.. 
Maka akan benar-benar terlihat KEDEWASAAN yang pernah (secara sadar atau tidak) dituntut orang lain untuk si 'usia 17 tahun keatas'.. 


Dewasa pemikiran.. 
Bagaimana seseorang dapat dikatakan sebagai dewasa pemikiran? 
(lagi-lagi) Menurutku, bisa terlihat dari kesehariannya.. 
Lebih terlihat tenang.. Pandai menahan diri.. Pandai menahan emosi.. Tak mudah panik.. 
Karena si 'dewasa pemikiran' ini punya pemikiran yang memang baik.. 
Lebih terarah.. Lebih memikirkan resiko kedepan.. 
Apa yang akan terjadi jika ia bersikap begini dan begitu.. 


Yaa.. itu menurut ku.. Dan sudah ku dengar juga dari beberapa orang.. 
Termasuk si 'dewasa' yang mana kah kita?? 


Aku hanya mencoba menguraikan yang aku tau.. 
Terlepas ini benar atau tidak.. 
Disetujui atau tidak.. 
Aku minta maaf sebelumnya.. 


Hmm.. 
Terlepas dari ini semua.. 
Tahu kah kalian semua, kenapa aku mengangkat tema ini?? 
Jawabannya adalah.. 
Karena akhir2 ini aku dan kawan-kawan ku yang lain sering membicarakannya.. 
Kami pikir.. Kami sudah dewasa.. Dewasa usia tentunya.. 
Dan selebihnya.. Karena beberapa hari terakhir aku tinggal bersama wanita-wanita dewasa.. 
Yang tentu saja arah pembicaraannya ke arah masa depan yang paling depan.. hehe 
Jadi yaaa.. Begitulaaah.. 


Semoga tulisan ini bermanfaat.. 
Kalau ada salah dan janggal mohon di maafkan.. 
Kepada ALLAH saia minta ampun.. Amiiin.. 
ALLAHU 'Alam Bishowab.. :)