‘Tara, aku akan tetap ada dekat kamu, aku disini baik-baik aja, kamu juga pasti baik disana, jaga kesehatan kamu ya, aku nggak akan pernah lupain kamu, walau aku jauh aku akan tetap sayang sama kamu.. Luv u cause Allah…’
‘Gun…jangan pergi..!! aku nggak mau ditinggal sendiri.. jangan tinggalin aku.. please Gun…Maafin aku kalo aku salah.. Jangan tinggalin aku…’
‘Kamu ga salah.. Ga ada yang salah Ra… Keadaan.. Hanya keadaan yang buat semuanya kayak gini… Maafin aku Ra.. Kamu nggak sendiri.. Ada Allah yang selalu lindungi kamu.. Ada malaikat yang selalu jagain kamu.. Kamu masih ingat cerita aku kan.. Aku pergi ya… Ma..af..in.. aku…’ suara itu makin menjauh bahkan menghilang.
“Anggun…..!!! Hhh…Hhh…Hhh…” Tara terbangun dari mimpi buruknya lagi. “Aduh ..kenapa mimpi itu dateng lagi?? Anggun..kenapa kamu tinggalin aku?? Kamu tau, udah berapa kali aku mimpi kayak gini?? Ini udah yang kesekian kalinya Gun.. Pasti kamu disana nggak ngerasain kayak gini.. iya kan??” Tiba-tiba kepalanya terasa sakit. “Uuuhh..masih jam setengah empat lagi.. kepalaku sakit banget..Mudah-mudahan mama nggak tau kalau aku bangun jam segini.. Ah, lebih baik aku solat malam aja biar kepalaku nggak sakit lagi..” kata Tara. Ia pun bangkit dari tempat tidurnya menuju kamar mandi dan melaksanakan solat malam.
* * *
‘Tok..tok..tok..’ suara pintu kamar diketuk. Sekarang sudah jam setengah enam pagi. Rupanya mama sedang berusaha membangunkan Tara dari tidurnya. Ini sudah waktunya bangun tidur. Biasanya Tara sudah bangun jam lima dan mulai siap-siap pergi sekolah. Tapi pintu kamar tak kunjung di buka oleh Tara.
“Kok Tara belum bangun ya? Nggak biasanya dia kayak gini. Padahal dia bilang kalo hari ini ada rapat OSIS jam setengah tujuh. Tapi kok dia belum bangun?” kata mama dalam hati. Mama berinisiatif untuk masuk kamar.
Tara tidak ada di tempat tidurnya. Mama mulai khawatir. Tapi kekhawatiran itu segera hilang karena mama melihat Tara sedang tertidur di atas sajadahnya lengkap dengan kain solatnya. Rupanya Tara kelelahan setelah berdoa dan menangis mengadu pada Tuhannya. Itu diketahui dari wajahnya yang terlihat begitu lelah serta matanya yang bengkak. Mama mendekati dan mencoba membangunkannya untuk siap-siap pergi sekolah. Tapi.. mama terkejut karena bukan hanya wajahnya yang lelah dan matanya yang bengkak, badannya pun panas serta keringat dingin keluar dari sekujur tubuhnya. Tara sakit lagi. Mama membantunya naik ke tempat tidur dan membiarkannya beristirahat.
* * *
Di sudut kota yang lain. Di antara hutan yang satu dengan yang lain. Yang di dalamnya mengalir air dari sungai yang panjang. Terdapat beberapa rumah sederhana yang dihimpun menjadi sebuah desa. Di antara rumah itu merupakan rumah Anggun. Anggun yang terpaksa meninggalkan teman-temannya. Anggun yang terpaksa pindah ke tempat ini yang sama sekali asing baginya. Anggun yang sekali lagi ‘terpaksa’ pindah karena pekerjaan orangtua satu-satunya yang sangat ia sayangi yaitu ayahnya. Anggun yang benar-benar anggun karena sifat dan sikapnya yang senantiasa disenangi oleh orang-orang disekitarnya. Anggun yang saat ini sedang dibenci sahabatnya, Tara, karena merasa ditinggalkan. Anggun yang telah meyakinkan Tara tentang semua hal yang selama ini Tara yakini itu tidak sepenuhnya benar. Anggun yang tak berani berharap untuk kembali pada kehidupannya yang dulu dan lebih memilih menemani ayahnya di sini, di desa yang jauh dari keramaian ini.
Sudah tiga hari ini Anggun berada di sudut kota ini, sebut saja Desa Sukarami. Sejak kejadian itu, kinerja ayahnya menurun. Anggun tak tega bila melihat ayahnya seperti orang yang kehilangan arah dan tujuan. Dan ketika bosnya memutuskan ayah harus dipindahkan, Anggun pun merasa ini adalah keputusan yang terbaik. Anggun termenung di sudut kamar menghadap keluar, ke hamparan sawah yang amat luas. Entah apa yang ia pikirkan saat ini.
* * *
Pagi yang cerah dengan matahari yang cukup terik. Anggun kecil berjalan dari rumah menuju sekolah yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Hari ini adalah hari pertamanya masuk sekolah setelah beberapa hari kemarin ia sakit. Dengan semangat ia memasuki kelasnya. Ia sudah kangen sekali dengan teman-teman sekelasnya. Setibanya ia di kelas, ia mendapati tempat duduknya ditempati oleh orang lain yang tidak ia kenal. Anak itu cantik. Dan sepertinya itu anak baru.
Dengan sopan ia bertanya, “Hmm..maaf.. Kamu duduk disini? Kalau bisa mau nggak kamu pindah? Ini tempat duduk aku. Kebetulan kemarin aku nggak masuk karena sakit. Kamu pasti anak baru ya?? Nama aku Anggun.” Seraya mengulurkan tangan.
Anak yang dimaksud pun menoleh. “Buat apa aku kenalan sama kamu?! Kalo aku anak baru, memangnya kenapa? Buat apa aku pindah dari tempat duduk ini, kan aku duluan yang duduk disini! Salah sendiri kamu kemarin nggak masuk! Lagian siapa yang tanya kemarin kamu kemana?! Penting ya aku ladenin kamu?!” katanya dengan nada tinggi.
Anggun kecil pun terhenyak dengan perkataan seperti itu. Seharusnya hari ini ia mendapatkan teman baru. Tapi..apa yang ia dapatkan? Hanya pandangan sinis dan perkataan yang tidak baik. Anggun segera menarik tangannya. Ia berjanji dalam hati bahwa ia tidak boleh marah pada teman barunya ini. Karena otomatis ia akan selalu bertemu dengan anak itu setiap hari.
“Ngapain kamu masih berdiri disini?! Bengong lagi! Nggak dengar apa kalau bel masuk udah berbunyi?! Aku nggak akan pindah dari sini, lebih baik kamu cari tempat lain, di belakang kayaknya masih kosong.” kata anak itu dengan keangkuhannya. Anggun pun tersadar dari lamunannya dan segera berlalu mencari tempat duduk yang lain. Ia melupakan sejenak kejadian pagi tadi dan berusaha fokus pada pelajaran yang diberikan oleh guru kesayangannya, Bu Vina.
Jam istirahat dimulai. Anggun pergi ke kantin bersama teman sebangkunya yang dulu, Syifa. Dari Syifa, ia tahu bahwa anak itu bernama Tara dan merupakan pindahan dari Bandung. Tara adalah anak tunggal. Sama seperti Anggun. Tidak punya kakak dan adik. Seandainya kejadian itu tidak terjadi. Berbeda dengan Anggun, Tara memiliki banyak saudara sepupu dari adik ibunya. “Hmm.. pantesan aja dia kayak gitu, manja, nggak tau sopan santun. Aku juga anak tunggal. Tapi aku nggak kayak gitu. Ah seandainya semua itu tidak terjadi.” katanya dalam hati.
Saat pulang Anggun melihat Tara di pos satpam. Rupanya Tara sedang menunggu jemputan mamanya. Anggun memang telat pulang ke rumah karena tadi Bu Vina meminta bantuannya. Ia pun menghampiri Tara. Dari wajahnya, ia tahu bahwa Tara sedang kesal karena jemputan yang datang terlambat. “Tara, ngapain kamu sendirian di sini?” kata Anggun menyapa.
Tara terkejut dan berkata, “Dari mana kamu tau nama aku? Kamu nyelidikin aku ya? Trus kenapa kalau aku sendirian disini? Nggak boleh ya?”
Anggun terhenyak untuk yang kedua kalinya hari ini. “Aku nggak nyelidikin kamu kok. Aku tau nama kamu ya dari baju kamu. Kan ada namanya. Kamu gimana sich? Nggak apa-apa sich kalau kamu sendirian di sini, tapi aku khawatir aja. Aku takutnya nanti ada…..” Anggun menggantung kata-katanya menakuti. Terbukti sekarang Tara memang sudah takut, karena ia sedang mendekap Anggun erat-erat. Hampir tertawa, Anggun berusaha melepas tangan Tara yang sedang mendekapnya. “Iih ngapain sich kamu? Gitu aja takut. Tadi aja marah-marah. Sekarang malah meluk-meluk aku..” katanya meledek Tara.
Tara mulai melepaskan dekapannya dengan malu-malu dan memasang tampang judesnya lagi. “Siapa yang takut? Aku berani kok di sini sendiri! Kamu nggak usah khawatirin aku. Kalo mau pulang, pulang aja sana,” kata Tara. Sebenarnya ia sangat berharap kalau ada yang menemaninya menunggu jemputan disini. Tapi ia sudah terlanjur tidak percaya bahwa ada seseorang yang benar-benar tulus berteman dengannya.
“Oh bagus deh kalau begitu. Jadinya kan aku nggak usah capek-capek nemenin kamu kalau kamu berani.Ya udah ya aku duluan.. Daaach.. Sampe ketemu besok ya teman baru…” kata Anggun sambil berlalu.
Tara masih berdiri dengan sombongnya. Tapi kemudian….”Eh tunggu! Katanya mau nemenin aku.. kok aku malah ditinggal?? Gimana sich??” Anggun berhenti dan menoleh sambil tersenyum.
“Kamu bener-bener mau aku temenin? Kalo mau aku temenin, kamu harus janji nggak boleh marah-marah sama aku dan teman-teman yang lain. Kalo kamu melanggar, kamu harus terima resiko nggak ada teman yang mau berteman sama kamu termasuk aku.Ya??” kata Anggun.
Dengan ragu Tara mengangguk dan berkata, “Iya deh aku janji tapi kamu harus temenin aku sampe mama jemput aku. Dan satu lagi, mulai sekarang kita sahabat dan kamu harus janji jangan pernah tinggalin aku,” sambil mengacungkan jari kelingking tanda persahabatan.
“Iya janji, Insya Allah..” kata Anggun sambil menautkan jari kelingkingnya pada jari Tara.
Dan mulai saat itu, mereka adalah sahabat yang akrab. Anggun mengajari Tara banyak hal. Sopan santun, keramahan, tanggung jawab, saling menghargai, saling menghormati, kepedulian, kasih sayang, persahabatan dan cinta.
* * *
Sore ini langit biru terasa indah diselimuti awan putih yang lembut. Hari ini merupakan hari yang berat bagi Anggun. Karena hari ini ia akan memberitahukan kepergiannya dua hari lagi. Beberapa hari sebelumnya, Anggun sengaja menghindar dari sahabatnya, Tara, dengan berbagai alasan. Padahal alasan yang sebenarnya hanya satu. Anggun tak ingin Tara berat melepasnya ketika akan berpisah nanti, karena sesungguhnya Anggun ingin pergi jauh meninggalkan Tara. Sebenarnya ia pun tak ingin meninggalkan Tara karena janji persahabatannya lima tahun yang lalu.Tapi semuanya ia lakukan demi menemani ayahnya. Hari ini Anggun mengajak Tara pergi ke suatu tempat yang menjadi tempat favorit mereka. Setelah bersenang-senang cukup lama, Anggun memulai pembicaraannya.
“Tara, aku mau ngomomng sesuatu sama kamu, tapi kamu janji ya jangan potong omongan aku sebelum aku selesai ngomong. Dan aku ngomong ini serius, aku nggak bercanda..” kata Anggun yang membuat Tara hampir tertawa.
“Kamu mau ngomong apa sich? Kok banyak banget syaratnya? Sok-sok serius lagi..” kata Tara tak mengerti.
“Aku serius nich. Dengerin aku dulu. Pokoknya kamu nggak boleh potong omongan ku. Aku..aku..aku mau pergi Ra. Aku mau pergi sama ayah, kamu tau kan sejak mamaku sakit dan meninggal beberapa bulan yang lalu, ayahku jadi nggak konsen kerjanya. Trus bosnya terpaksa ambil keputusan buat pindahin ayahku ke daerah. Jadi aku terpaksa ikut ayah karena menurutku dengan pindahnya ayah dari kota ini, ayah bisa lupain semuanya. Aku udah pikirin semua resikonya. Termasuk dibenci sama kamu untuk selamanya. Ayah sich terserah aja sama aku. Tapi aku lebih berat pisah dari ayah ketimbang dari yang lain. Soalnya di dunia ini aku cuma punya ayah. Aku nggak bermaksud buat tinggalin kamu dan melanggar perjanjian kita dulu. Tapi..” kata Anggun.
Tara terdiam dan mulai tertawa, “Kamu tuch ngomong apa sich? Kamu jangan ngaco gitu deh.. kamu bercanda kan? Kamu nggak lagi salah makan obat kan? Kamu nggak usah bercandain aku deh..aku lagi nggak mood bercanda nich..” katanya tidak percaya.
“Aku serius Ra, aku nggak lagi bercanda. Nich kalo kamu nggak percaya. Ini tiket pesawat yang udah ayah pesan. Aku akan pergi dua hari lagi. Maafin aku Ra. Maafin aku karena aku nggak bilang sama kamu sebelumnya. Kemarin-kemarin aku juga sengaja menghindar dari kamu. Kamu tau kenapa?? Karena ini Ra, karena aku nggak mau kamu berat pisah dari aku. Aku pengen kamu benci dan marah sama aku karena dengan begitu kamu bisa rela kalau aku pergi. Dan aku bisa dengan lebih lega tinggalin kamu. Aku udah pertimbangin semua. Dan inilah keputusanku. Aku udah jelasin semua sama kamu. Tapi maaf Ra, maaf karena aku nggak ngomong sebelum ini. Berat Ra, berat rasanya ambil keputusan ini. Tapi aku yakin kamu ngertiin aku, karena kamu sahabatku,” Anggun mengakhiri kata-katanya. Sekarang kedua sahabat itu menangis.
“Aku nggak percaya Gun. Aku nggak percaya kamu bisa sejahat itu sama aku. Kenapa kamu nggak bilang sebelum ini sama aku?! Kenapa?! Itu karena selama ini kamu nggak anggap aku ini temen kamu?! Sahabat kamu?! Gitu kan?! Iya?! Kenapa kamu diam? Seenaknya aja kamu bilang kayak gini? Seenaknya aja kamu melanggar perjanjian kita! Kamu emang nggak pernah ngertiin aku. Ternyata emang nggak ada yang tulus berteman sama aku. Pantesan aja akhir-akhir ini kamu aneh. Ternyata karena ini?! Kamu emang jahat Gun.. Jahat!.. Aku nggak peduli sama kamu. Pergi aja sana! Nggak usah balik-balik lagi! Kamu nggak usah peduliin aku! Dan anggap kita nggak pernah kenal!! Aku benci!! Aku benci sama kamu!!” Tara berkata sambil terisak.
Ia berlari meninggalkan Anggun sendirian. Sakit sekali rasanya hati Tara saat itu. Ia tidak peduli jika Anggun harus pergi meninggalkannya. Ia sangat mengerti dengan keputusan Anggun. Tapi yang tidak ia mengerti adalah caranya. Cara Anggun yang tidak mengatakan sebelum ini. Jika saja Anggun mengatakan jauh sebelum hari ini, mungkin tidak sesakit ini rasanya. Mungkin ia akan bisa menerima keputusan Anggun ini. Tapi Anggun mengatakan hari ini, setelah beberapa hari yang lalu Anggun menghindar darinya. Bahkan ia hanya punya waktu dua hari sebelum keberangkatan Anggun.
Anggun berusaha mengejar Tara, tapi ia terlambat. Hari yang cerah pun berubah menjadi hujan yang deras. Langit biru nan indah berubah menjadi kelam. Awan putih yang lembut berubah menjadi menakutkan. Mereka menangis dalam hujan. Menangisi perpisahan ini. Hanya mereka yang tahu, betapa sakitnya perpisahan ini.
Keesokan harinya, Anggun tidak melihat Tara di sekolah. Ternyata Tara sakit. Mungkin karena hujan-hujanan kemarin. Sepulang sekolah Anggun pergi ke rumah Tara untuk menjenguknya. Namun Tara tidak mau menemuinya. Dengan kecewa ia pulang ke rumah dan berusaha fokus terhadap barang-barang yang akan ia bawa besok.
* * *
“Ma… sekarang jam berapa? Tara harus ke sekolah karena ada rapat OSIS jam setengah tujuh Ma..” kata Tara dengan lemas. Tara baru bangun dari tidurnya. Mama tidak mengizinkan Tara pergi sekolah setelah mama mendapatinya tertidur dengan badan yang panas di atas sajadahnya tadi pagi.
“Iya sayang.. Akhirnya kamu bangun juga.. Sekarang sudah jam sepuluh. Badan kamu panas. Kamu nggak boleh kemana-mana. Kamu ini kenapa sich? Baru tiga hari ditinggal Anggun, kamu udah kayak orang ditinggal mati aja.. Anggun itu anak baik. Kamu nggak boleh kayak gini.. Seharusnya kamu senang karena Anggun disana juga senang bersama ayahnya,” kata mamanya.
“Iya sich Ma.. aku juga senang kok kalau dia senang disana. Aku sedih aja kalo inget janji persahabatanku sama dia. Mama tau kan betapa senangnya aku waktu aku punya temen kayak dia. Cuma dia yang bener-bener tulus temenan sama aku. Waktu di Bandung dulu mana ada yang mau temenan sama aku. Mereka temenan sama aku kalau aku bawa makanan dan mainan baru aja. Terus pas pindah kesini ada dia yang selalu ngajarin banyak hal. Ngajarin sesuatu yang penting, yang biasanya dianggap orang lain sepele. Dia selalu ada waktu aku butuh. Aku lagi senang atau lagi sedih, dia selalu ada Ma.. Aku sayang banget sama dia. Kemarin ini aku sedikit kesel aja waktu dia bilang dia mau pergi. Masa’ dia cuma kasih aku waktu dua hari sebelum keberangkatan. Udah gitu dia nggak kasih kabar lagi. Dia udah sampe apa belum, dia senang apa nggak tinggal di sana.. No Hp nya nggak aktif lagi. Sekarang dia lagi ngapain ya Ma??” ujarnya.
“Mana mama tau? Kamu dong yang hubungi dia duluan. Mungkin aja dia masih nggak enak hati tinggalin kamu. Makanya dia belum berani hubungi kamu. Eh iya, ini ada titipan dari Anggun. Sebelum pergi, dia kesini tapi kamu kan nggak mau ketemu dia. Kamu juga nggak mau terima ini kan?? Sekarang saatnya buktiin ke mama kalau kamu udah dewasa dan bisa terima kalau Anggun pergi..” kata mama seraya memberikan titipan dari Anggun. Tara menerima bingkisan itu. Mama pergi keluar kamar dan membiarkan Tara sendirian dikamar.Ternyata bingkisan itu berisi sebuah surat dan kaset nasyid yang selalu Anggun nyanyikan. Tara membaca surat itu.
Dear Tara sahabat terbaikku..
Assalamua’laikum Wr. Wb
Apa kabar sahabatku?? Semoga kamu masih berada dalam lindungan Allah SWT ya,, mungkin waktu kamu baca surat ini, aku udah pergi dari kota ini. Gimana? Kamu udah sembuh kan? Jangan sakit lagi ya, walau aku tau, kamu sakit gara-gara aku. Maafin aku ya Ra. Aku udah pernah bilang kan kalau aku nggak bermaksud buat tinggalin kamu. Aku tau pasti kamu mengerti dengan keadaan ini. Aku tau waktu kamu bilang benci sama aku, itu nggak bener-bener dari hati kamu. Kamu cuma kesal sama aku. Iya khan?? Aku udah prediksiin reaksi kamu kok. Hebat khan?? ;-). Apa sekarang kamu masih marah sama aku?? Aku yakin kalau kamu ada di posisi aku, kamu juga kan melakukan hal yang sama. Karena saat ini aku berada di persimpangan dan harus memilih jalan yang terbaik buat aku.
Kamu masih inget lagunya EdCoustic kan?? Yang baitnya kayak gini.. ‘Dipersimpangan aku berdiri membisu. Harus kuputuskan kemanakah ku melangkah. Jangan lagi usikku karena aku tak tau kemana lagi harus berlari kejar harapan yang sempat mengelam. Biarkan ku hidup dengan nafas yang baru, nafas yang menyimpan kedamaian. Dipersimpangan aku berdiri.’ Itulah aku sekarang Ra, aku bingung harus gimana? Kedua jalan itu ada resikonya. Yang pertama aku dibenci kamu. Dan yang kedua aku pisah dari ayah. Aku lebih memilih dibenci sama kamu daripada pisah sama ayah karena aku udah melanggar janji persahabatan kita.
Ra, kamu percaya deh sama aku, nggak semua orang seperti teman-teman kamu di Bandung. Mungkin kebetulan aja kamu ketemu temen-temen yang nggak tulus berteman sama kamu. Dan kalau misalnya Allah juga nggak mempertemukan kita, aku juga yakin kita nggak bakal ketemu. Dalam hidup ini ada pertemuan dan ada perpisahan. Kayaknya aku udah bilang ini sama kamu. Kamu masih bisa kok temuin orang seperti aku disana. Kamu nggak usah takut nggak punya teman. Biar kita sama-sama anak tunggal, tapi kamu lebih beruntung karena kamu masih punya saudara sepupu. Kalau aku?? Kamu harus tegar ya, aku aja yang ditinggal mama untuk selamanya nggak kayak kamu. Aku kan deket pindahnya. Cuma beda pulau doank. Lagian kita kan masih bisa telpon-telponan, iya nggak?? Lain kali Insya Allah kita masih bisa ketemu kok. Masa’ kamu udah sedih dan putus asa kayak gini??
Tetep semangat ya,, tetep istiqomah,, jangan lupain aku karena aku juga nggak akan pernah lupain kamu… Insya Allah. Aku akan kasih kabar secepatnya kalau aku udah sampe disana. Jangan pernah benci sama aku ya Ra…Ni aku kasih kaset kesayangan ku. Kalau kamu kangen sama aku, dengerin aja lagu ini. Dan aku akan ada dekat kamu… Kayak sulap aja ya?? He..he..he..Udah ya,, aku mau beres-beres dulu..
Brother hood in Islam are like stars not always shine, but u know, they are always be there for u if u feel sad, lonely or futur, just look the sky at night and u will find that u not alone in the way of Da’wah. Luv u coz Allah. Jadi, kalau kamu kesepian kamu liat aja bintang…
Wassalam.
From sahabat mu Anggun.
Tara tak kuasa menahan air matanya. Namun ia segera tersenyum. Ia sadar, seharusnya ia memang tak sesedih ini. Anggun memang paling bisa membuatnya tersenyum. Berada di dekat Anggun selalu membuat Tara terasa nyaman. Anggun mengajarkan Tara bahagia dan derita. Anggun tunjukkan Tara bahagia dan derita. Dan Anggun berikan Tara bahagia dan derita.
Tara pun menghidupkan kaset yang diberikan oleh Anggun. Alunan lagu yang dibawakan oleh vokalis EdCoustic terasa sangat menyejukkan. Suara vokalisnya yang merdu mampu membawa Tara ikut bernyanyi.
*Sedih bila kuingat pertengkaran itu..
Membuat jarak antara kita..
Resah tiada menentu..
Hilang canda tawamu..
Tak ingin aku begini..
Tak ingin begini..
Sobat rangkaian masa yang telah terlewat..
Buat batinku menangis..
Mungkin karena egoku..
Mungkin karena egomu..
Maaf aku buat begini..
Maaf aku begini..
Bila ingat kembali..
Janji Persahabatan kita..
Takkan mau berpisah..
Karena ini..
Pertengkaran kecil kemarin..
Cukup jadi lembaran hikmah..
Karena aku ingin tetap..
Sahabatmu..
* * *
Ketika Tara sedang berkumpul dengan keluarganya, telpon di rumah Tara berdering. Mama yang mengangkatnya.
“Iya halo.. Anggun?? Innalillahi… terus sekarang gimana?? Iya nanti saya bilang sama Tara… Iya wa’alaikumsalam…” kata mama berbicara dengan orang diseberang sana.
“Anggun meninggal??” Tara panik dan pingsan karena kesehatannya belum terlalu pulih.
“Aduh.. ni anak kok langsung pingsan aja.. bukan dengerin penjelasannya dulu. Orang yang mati itu marmut yang sama-sama mereka beli, Pa. Dia bilang marmutnya mati waktu di perjalanan dan dia baru kasih tau sekarang karena disana nggak ada sinyal. Dia aja tadi nelpon di pasar yang letaknya deket kota. Tadi dia udah telpon ke Hp nya Tara tapi nggak diangkat-angkat. Terus dia juga buru-buru telponnya karena biaya telpon interlokal kan mahal Pa… itu yang dia bilang dan suruh menyampaikan pada Tara. Eh ni anak belum apa-apa udah pingsan duluan…” kata mama menjelaskan papa.
* Lirik lagu EdCouctic ‘Pertengkaran kecil’
THE END
230308
Palapa 2:44 pm