Sabtu, 19 November 2011

Selamat Jalan Buyaaaa..


Aku sedang tertidur lelap saat itu. Sudah jam 12 malam lewat. Lampu baru saja mati. Dan ketika adikku terbangun dan merengek karena takut gelap, aku pun terbangun dari tidur dan membimbingnya untuk tidur bersamaku. Kemudian aku mulai meneruskan mimpiku lagi. Baru saja aku memulai untuk tidur lagi. Tiba-tiba saja ponselku berdering. Ah, mungkin sedang iseng. Tapi setelah aku melihat siapa orang yang menelponku, aku pun berpikir untuk mengangkatnya. Sejenak tak terdengar suara apa pun dari seberang sana. Tapi setelah ku dengarkan dengan baik. Orang yang menelponku sedang menangis. Apa yang terjadi sebenarnya?? Ia tak mungkin bercanda! Karena ini sudah lewat tengah malam! Setelah aku bertanya, aku pun baru tahu cerita yang sebenarnya. Keringat dingin keluar dari sekujur tubuhku. Badanku gemetar. Aku benar-benar tidak percaya akan hal ini. Ini tak mungkin!! Baru saja aku berpikir untuk pergi bersilahturahmi kesana besok pagi, ternyata rencanaku tidak bisa kulakukan. Aku tak pernah berpikir ini sebelumnya. Ini semua benar-benar di luar kendaliku. Ya, hanya kehendak Allah SWT yang akan terjadi di dunia ini, apa pun itu.
***
Buya adalah orang yang amat kukagumi seumur hidupku. Baru kali ini aku bertemu dengan orang yang seperti itu. Nama lengkapnya adalah Ahmad Dalwi TK. Labai Sinaro. Beliau adalah seorang ustadz besar yang cukup terkenal. Beliau sudah seperti ayahku sendiri. Aku pun sangat menyayanginya. Tapi bukan berarti aku tidak menyayangi ayahku sendiri. Namun ada sesuatu dalam dirinya yang amat kusukai, yang tidak aku temukan dalam diri ayahku. Mungkin karena ayahku tidak berpendidikan tinggi dan hanya memiliki ilmu agama seadanya. Ya, beliau memang berbeda dengan ayahku. Beliau memang tinggi ilmu agamanya karena beliau berada di dunia pesantren sejak kecil, jadi beliau amat menguasai ilmu-ilmu agama.
Aku memang tidak punya hubungan persaudaraan dengan beliau. Aku hanya kenal dengan anak-anak beliau yang juga baik-baik. Namun setelah kenal dengan beliau, aku merasa ada sesuatu yang menarik dalam diri beliau. Keluarga beliau juga baik-baik. Aku merasa menjadi anggota keluarga mereka. Sebab apabila ada acara di rumah mereka aku selalu diundang layaknya keluarga dekat. Sehingga aku jadi sering bersilahturahmi ke rumah mereka.
Beliau tidak pernah lupa menasehatiku apabila aku pergi ke rumahnya. Kata-katanya selalu sejuk terdengar di telingaku. Mungkin bukan hanya aku yang pernah merasakan nikmat ini. Namun rasanya aku amat teristimewa mendengar cerita-cerita, nasihat-nasihat bahkan pengalaman-pengalaman yang pernah beliau lalui semasa hidupnya. Selalu ada saja yang beliau sampaikan padaku. Sehingga aku pun tak pernah bosan mendengarkan apa yang beliau sampaikan padaku.
Aku ingat disuatu hari, saat aku sedang bingung menghadapi suatu masalah yang berkaitan dengan masa depanku yang aku hadapi saat ini. Aku bercerita kepadanya. Saat itu aku dihadapkan oleh dua pilihan. Yang pertama, aku mendengarkan ayahku melanjutkan kuliah, yang saat itu aku diterima sebagai mahasiswa baru di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di daerahku tinggal, yang saat itu aku sangat mengerti keadaan ayahku yang tampaknya sudah mulai tak seprima dulu, sedangkan aku masih memiliki adik dibawahku, yang tentu saja mau tak mau akan menjadi tanggungjawabku kelak. Yang kedua, aku mengikuti kata hatiku untuk mencari pekerjaan agar bisa meringankan pekerjaan ayahku dan tentu saja menolak Perguruan Tinggi Negeri (PTN) itu. Saat aku bercerita tentang ini, beliau pun menasehatiku panjang lebar dengan melihat lagi prospek ke depan nantinya. Intinya aku harus memilih pilihan yang pertama, yaitu melanjutkan pendidikanku ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Aku masih ingat sekali kata-katanya saat itu, ’Nak, hidup, mati, rezeki dan jodoh itu ada di tangan Allah, kita harus yakin akan hal itu. Semua masalah itu ada jalan keluarnya apabila kita berusaha untuk mencari jalan keluar itu Allah tidak akan sia-sia dengan kerja keras kita asal kita pun bersungguh-sungguh menjalaninya. Jadi lebih baik kamu ikuti kata orangtuamu karena di dunia ini tak ada orangtua yang mau menyusahkan anaknya.’ Kata-kata itu cukup menyejukkan hatiku. Aku pun menuruti kata-kata beliau dan hingga saat ini aku masih menjalani pilihan hidupku ini.
Namun saat ini beliau sudah tidak ada lagi di dunia ini. Ya, beliau sudah meninggal dunia beberapa hari yang lalu. Beliau meninggalkan dunia ini dengan khusnul khatimah, Insya Allah. Sungguh tak ada tanda-tanda beliau akan meninggal dunia pada malam itu. Bahkan beberapa jam sebelumnya beliau masih bergurau dengan anak-anak beliau. Kehendak Tuhan memang tak ada yang bisa menduga sebelumnya. Meskipun hal ini cukup membuat para kerabat, termasuk aku, terpukul akan kepergiannya yang tiba-tiba itu. Namun mereka pun tabah menerima semua ini. Ya, kita memang harus tabah menerima kehendak Allah SWT kepada kita.
***
Malam itu aku langsung bergegas kerumahnya bersama salah satu adikku. Ternyata benar, dirumah itu sudah banyak orang. Hingga beliau dikuburkan, tak ada satu pun orang yang tidak menangisi kepergiannya. Aku sangat mengerti keadaan itu karena selama hidupnya beliau sangat baik. Bahkan yang sangat mengagetkan adalah saat beliau disolatkan, Subhanallah sekali. Masjid yang bisa menampung sekitar 200 orang, mendadak penuh oleh jamaah yang ingin menyolatkan beliau. Subhanallah.
Sesungguhnya Allah memang tidak sia-sia dengan apa yang kita lakukan di dunia. Pasti ada balasan sesuai dengan apa yang kita lakukan. Baik langsung di dunia maupun di akhirat kelak.


Z1 K2
110908
10.14 PM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar